The Stardust Catcher dan Kisah di Baliknya

By alhzeta - April 26, 2016


Hampir sebulan sudah novel ini nangkring di toko. Sudah ada beberapa review yang masuk pula di Goodreads. Tanggapannya macem-macem, ada yang suka, ada yang datar-datar aja, bahkan ada yang bilang 'persetan'. Hedeh....

Tapi review yang membuat saya agak kaget adalah bahwa novel ini lucu. Bahkan ada beberapa yang bilang sampai ngakak.  Sumpah, sedari awal ditulis, saya hanya membayangkan sebuah buku petualangan fantasi dengan peri dan romance sebagai selingan. Sama sekali tidak sengaja membubuhi bumbu humor mengingat bagi saya membuat cerita lucu itu lebih sulit ketimbang tidur di bus.

Jadi, jika ada yang mengharap saya akan menulis naskah lain dengan karakter humor sejenis ini, maaf-maaf saja. Saya nggak berani janji. Humor dalam The Stardust Cacther itu murni ketidaksengajaan.

Oke, setelah pengakuan yang saya tahan-tahan dari review pertama masuk, saya mau lanjut ah. Naskah The Stardust Catcher adalah  naskah lengkap terakhir yang saya tulis di tahun 2015, naskah ketujuh. Mulai penulisannya tanggal  21 Oktober dan selesai tanggal 1 Desember. (Iya, catatannya ada kok.

Jadi dalam setahun itu, saya merampungkan 7 naskah lengkap. Naskah keempat adalah Satu Mata Panah pada Kompas yang Buta, dua naskah lain ditolak dan nggak akan diperbaiki (menyerah), satu naskah nggak diapa-apain karena memang nggak layak dan dua lainnya masih berusaha menemukan rumah.

Nah, balik lagi ke Stardust Catcher. Pasti sudah banyak yang tahu kalau naskah mentah novel ini adalah untuk menjawab tantangan sang editor. Pertama kali menemukan tantangan itu saat stalker akun twitter GWP_ID di bus. Jujur ya Mimin GWP_ID, saya sempat putus asa dengan komunitas ini. Saya berharap banget lolos di ajang GWP_ID2, tapi jangankan lolos. Masuk 30 besar aja nggak. Kecewa kelas berat, akhirnya hiatus selama beberapa lama.


Entah karena apa, saya masuk lagi. Ketika stalker itulah saya menemukan akun twitter sang editor. Stalker mengganas, dan akhirnya nemu tantangan itu. Saya agak cemas sebenarnya karena tantangan ini dibuat seminggu yang lalu. Apa masih berlaku atau tidak. Namun berhubung saya suka peri, saya merasa bahwa inilah salah satu kesempatan yang saya punya untuk 'dilirik'.

Proses menemukan ide nggak begitu lama. Saat itu juga di sepanjang perjalanan di bus. Sementara teman-teman di bus ngorok, berhubung juga saya sangat susah tidur di bus, saya akhirnya menghabiskan waktu untuk melamun dan mencari ide.

Konsep pertama yang tergambar dengan jelas di benak saya kala itu adalah identitas sang peri. Kenapa? Karena sang editor menekankan sekali tentang keberadaan peri ini, yang notabene pasti akan jadi kunci utama dalam cerita.

Sally akan jadi peri jodoh, peri yang mempertemukan orang-orang. Sebenarnya Sally ini adalah perwujudan takdir. Bentuk nyata dari ketentuan Tuhan yang tidak bisa diganggu gugat. Singkatnya, Sally adalah karakter imajiner yang bisa melaksanakan fungsi takdir itu sendiri. Gampang kan, Sally adalah metafora dari takdir.

Latarbelakang Sally dari Nordik terinspirasi dari mitologi tentang bunga aster yang sempat ketemu semasa riset untuk naskah keenam. Konon ya, ada dewi yang bernama Astaea yang menangisi dosa-dosa manusia di bumi. Air matanya jatuh sebagai debu-debu bintang dan kemudian berubah menjadi bunga aster sewaktu menutupi bumi. Nah, ide ini saya kombinasikan dengan mitologi Ragnarok dengan manusia-manusianya yang tersisa setelah kiamat tersebut. Maka jadilah konsep The Stardust Catcher yang ternyata berlanjut sebagai judul.

Oke, konsep peri ketemu. Kemudian saya berusaha mencari premise. Patokan saya saat itu adalah gambaran tentang lini Young Adult yang adalah pencarian jati diri. Sebelumnya, di naskah kelima tahun 2015 saya menulis tentang anak-anak broken home yang sudah kehilangan salah satu orangtua. Naskah itu menginspirasi saya untuk merubah sedikit sudut pandang, sedikit maju ke awal sebelum para orangtua bercerai. Nah, pada saat itu saya juga ingat ya video anaknya Deddy Corbuzier yang menyikapi perpisahan orangtuanya.Video itu membuat saya memahami sesuatu.

Kemudian untuk karakter utama selain Sally. Saya terpikir untuk membuat karakter cowok karena kebanyakan karakter-karakter utama novel itu adalah cewek. Cowok nggak selalu kuat, cowok juga manusia yang memiliki emosi dan dalam perkembangannya, memiliki labilitas dan proses pematangan yang sama dengan cewek. Ide nama Joe saya ambil dari salah satu teman blogger di era magabut dulu (Hai, Joe... gimana kabarmu sekarang? hihihihhi)

Lalu karakter Sally. Dalam film LOTR, peri itu gambaran wanita anggun dan cantik. Saya bosan dengan image yang begitu, jadi ingin membuat peri yang berbeda. Kebetulan beberapa waktu lalu saya menonton Inside Out dan terkesan banget dengan Joy. Yap, @raafian kamu tidak salah. Sally adalah copian Joy, tapi lebih kekanak-kanakan dan konyol. Hehehehe....


Kemudian karakter Mela. Saya punya potongan ide yang belum menemukan jalan, tentang spa terapis yang jadi TKI di Cesme, Turki. Dari pada mojok tidak karuan dan saya butuh karakter yang lebih kuat dan akhirnya bisa membuat Joe 'takhluk',  akhirnya saya hadirkan di naskah ini.

Percaya atau tidak, kemunculan premise dan karakter-karakter utama ini hanya dalam waktu kurang lebih lima jam. Malamnya saat lowong, dengan plot yang belum lengkap-lengkap banget, akhirnya saya menulis sinopsis dan prolog untuk GWP (prolog yang akhirnya dihilangkan karena kata editornya terlalu deskriftif). Sementara untuk Bab 1 (yang jadi prolog sekarang), baru ditulis keesokan harinya.

Tiga bagian itu saya unggah di GWP_ID dan kemudian mention sang editor. Nggak begitu banyak berharap sebenarnya, bahkan berusaha untuk lupa bahwa barusan sempat mention. Namun ternyata,
tanggapan sang editor sungguh tidak terduga. Beliau menyukainya, bahkan meminta saya melanjutkan ceritanya. Dan, selain senang, tahu perasaan saya saat itu gimana?

Saya takut. Jujur,  dengan penerimaan awal yang teramat baik dari editor dan juga dimention oleh GWP_ID, saya cemas jika kelanjutannya tidak sesuai dengan harapan. Namun tetap kan, usaha ini harus diteruskan. Berkali-kali merasa nggak pede, posting, mention, edit, kemudian posting dan mention lagi. Sampai akhirnya di bab 5 or 6, editor meminta saya menyelesaikannya dahulu dan kembali mention kalau sudah lengkap.

Saat naskah itu selesai di awal Desember, saya kemudian mengirimnya. Ajaib, di akhir tahun, tepatnya 28 Desember balasan itu datang.  Kabar yang dibawa semua pasti sudah tahu. Sungguh, Benar-benar kado tahun baru yang tidak terduga.

Proses editing dimulai di awal Januari. Jujur, saya malu sekali dengan kondisi naskah mentah The Stardust Catcher. Banyak kekurangan, typo di mana-mana, struktur kalimat tidak berpola dan juga salah penggunaan kata. Berkali-kali editor menyuruh saya cek KBBI (makanya serasa nelan KBBI) karena salah kata.

Tidak ada revisi plot, hanya catatan-catatan mengenai tata kalimat dan ejaan. Beberapa menyangkut logika berpikir, terutama yang berhubungan dengan mitologi  ( Awalnya nyampur antara mitologi Eropa selatan dan Utara, akhirnya saya mencari alternatif mengenai bunga aster dengan dewa bintang pagi). Soalnya gawat kalau yang baca itu pencinta fantasi.

Namun intinya, saya menikmati proses editing yang selesai sekitar bulan Februari ini. Saya banyak belajar, banyak mengamati dan tentunya mampu mengevaluasi naskah-naskah yang lain agar setidaknya lebih rapi ketimbang sebelumnya.

Proses layout, proofreading, turun cetak dan sebagainya berlangsung tidak lama. Total awal waktu mulai dari ACC naskah hingga terbit hanya butuh waktu 3 bulan. Jauh lebih cepat dari pada seorang teman yang harus menunggu hingga 2 tahun hanya untuk mendapat giliran editing, dan bahkan sampai postingan ini ditulis, bukunya belum juga terbit.

Sungguh, ini anugerah tidak terduga bagi saya. Ketika kehidupan pribadi yang sedang didera cobaan, ternyata masih ada kebahagiaan yang turut hadir.

Untuk itu, terima kasih yang tidak terhingga untuk semua pihak yang membantu saya atas terbitnya buku ini. Untuk teman yang posting di laman Gramedia Writing Project, tetap semangat. Siapa tahu naskah kamu selanjutnya.

  • Share:

You Might Also Like

4 komentar

  1. ah nchi kamu keren, smg aku segera punya waktu baca novel ini
    lagi numpuk kerjaan soalnya

    ReplyDelete
  2. ah nchi, joe.... aih inget masa2 magabut. aq barusan dari blognya mbak nyin trus kesini, aku pasti akan beli novelmu nchi, pasti, pasti itu. hmm...

    ReplyDelete
  3. wah novelnya sangat bagus dan berkesan banget loh
    nggak nyangka bakalan lebih bagus dan top banget deh

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete