Setelah Novelnya Terbit, Lalu Apa?

By alhzeta - April 11, 2016


Pada awalnya, saya kira perjuangan itu seakan terhenti setelah satu atau dua naskah berhasil diterbitkan. Perjuangan berakhir setelah sesi revisi dan editing selesai, kemudian menunggu kabar dan akhirnya menemukan naskah yang kita cintai terpajang di toko buku.

Nah, apakah memang semua terhenti di sana?

Tidak. Ternyata bagian yang sama mendebarkannya sedang menunggu untuk membuat kita kembali berdebar-debar. Setelah novel mejeng di rak, dibeli dan kemudian dibaca, tiba waktunya bagi jantung seorang penulis untuk berdegup kencang. Harap-harap cemas, ingin melihat tapi tidak berani, tapi juga penasaran.

REVIEW.

Iyap, bagian yang mungkin akan bikin bad mood selanjutnya adalah melihat reaksi pembaca. Apakah mereka suka, apakah mereka menganggap buku kita membosankan, ataukah menyesal membelinya?

Hahahaha... sebagai seorang penulis yang baru menelorkan karya, saya adalah salah satu di antara orang-orang di atas. Plus sebagai orang yang realistis, saya tahu tidak akan semua orang menyukai karya saya. Namun, serealistis saya pun masih tetap cemas jika buku saya dicaci maki, dikatain jelek atau sebagainya.


Menurut salah satu penulis yang sudah duluan menelorkan karya, melihat review buku sendiri itu seperti melihat timbangan. Kepengen, penasaran tapi cemas. Pengen tahu itu pasti, tapi kalau reviewnya jelek, yakin akan bad mood seharian.

Saya pun begitu. Walau review yang masuk belum begitu banyak. Tapi saya tahu tidak semua menyukai karya-karya saya. Dan, saya berusaha untuk menerima karena semua memang ujung-ujungnya masalah selera. Jadi saat ada yang hanya ngasih bintang satu dengan review "ceritanya tidak masuk akal' saya anggap itu adalah perwujudan dari sebuah selera yang salah memilih.

Oke, saya nggak akan membela diri dengan menjelaskan kenapa buku saya dibilang tidak masuk akal. Itu hak asasi pembaca untuk menilai. yang perlu saya lakukan adalah menerimanya dengan lapang dada. Berusaha untuk tidak memasukannya ke hati. dan, sebenarnya saya sudah berniat untuk tidak memikirkan rating or review, tapi ya namanya juga manusia ya tetap ingin tahu.

Sampai saat ini saya masih menunggu review detail yang mengulik kekurangan buku-buku saya. Karena saya yakin banget, buku dua itu masih banyak yang harus diperbaiki. Kualitas saya masih belum mumpuni untuk disebut 'berkualitas'. Saya sadar loh saya punya keterbatasan dan jika ada review yang begitu, semoga saya masih juga bisa lapang dada untuk menerimanya.

Karena mengalami masa ini pun saya jadi bersyukur karena naskah-naskah saya yang 'jelek' dan hanya mojok di laptop itu ditolak penerbit. Bisa bayangkan bagaimana  jika penerbit menerbitkan naskah yang tidak layak itu. Pembaca akan mencaci maki habis-habisan. Ujung-ujungnya juga penulis yang sakit hati. Atau bahkan kehilangan kepercayaan diri untuk kembali menulis. Yah, kecuali jika penulisnya kepedean dan tidak ambil pusing secara ekstrim ya.

Dan, saya bukan orang seperti itu. Setelah terbit pun saya masih tetap tidak percaya diri, berkali-kali bertanya sama editor mengenai 'apakah buku itu layak baca?'

Yah, begitulah. Semua proses itu pasti harus dilalui kok. Tidak ada cara lebih bagus selain menjalaninya. PASTI


  • Share:

You Might Also Like

1 komentar